DIPONEGORO,(GM)-
Dua kelompok mahasiswa berunjuk rasa menolak rancangan undang-undang badan hukum
pendidikan (RUU BHP) di Gedung Sate, Jln. Diponegoro Bandung, Rabu (17/12). Namun,
aksi unjuk rasa dilakukan secara terpisah, di tempat yang tidak berjauhan.
Kelompok mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Cabang Bandung berunjuk
rasa di mulut pintu gerbang sebelah barat Gedung Sate. Sedangkan kelompok mahasiswa
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) berunjuk rasa di pinggir jalan, tepat di depan mulut
pintu gerbang barat Gedung Sate.
Kedua kelompok mahasiswa itu sama-sama bersikap menentang RUU BHP, yang tengah
dibahas DPR RI. Mereka melakukan orasi, di tempat yang tidak berjauhan, menentang
RUU tersebut. Aksi dorong-dorongan sempat terjadi antara aparat kepolisian dan
mahasiswa HMI, yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan massa BEM Bandung Raya.
Dalam orasinya, salah seorang pengunjuk rasa, Dikdik menyatakan, pendidikan akan
semakin tidak terjangkau oleh rakyat, terlebih lagi ketika RUU BHP disahkan. Dengan
undang-undang itu, pendidikan malah akan menjadi bidang usaha yang terbuka untuk
investasi asing maupun domestik. "Dengan konsep otonomi, lembaga pendidikan nantinya
akan sangat bebas menentukan kebijakan dan pengelolaan keuangan sesuai dengan
kepentingan stake holder," kata Dikdik.
Pengunjuk rasa diterima anggota Komisi E DPRD Jabar, Marwan Effendi. Anggota dewan
dari Fraksi Golkar ini menyatakan dukungannya kepada mahasiswa dalam menentang RUU
BHP. "Di Jakarta RUU ini mungkin disahkan hari ini. Namun perjuangan harus tetap
disuarakan," katanya.
Tak hanya di Gedung Sate, unjuk rasa penolakan terhadap badan hukum pendidikan (BHP)
pun digelar di Unpad. Puluhan mahasiswa dari berbagai universitas yang tergabung
dalam Komite Aksi Tolak BHP melakukan penolakannya terhadap BHP dengan mengelilingi
Kampus Unpad, Jln. Dipati Ukur, Rabu (17/12).
Menurut koordinator aksi, Cepi, BHP merupakan kebijakan yang mengharuskan lembaga
pendidikan untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan secara mandiri atau otonom.
Perguruan tinggi harus mencari pendanaan sendiri atau peserta didik mendapat 2/3
beban keuangan. Melihat hal tersebut, komite menolak BHP dan segala bentuk
komersialisasi pendidikan dan menuntut terwujudnya sistem pendidikan nasional yang
ilmiah, demokratis, dan mengabdi pada rakyat.
Meski rencananya RUU BHP akan disahkan Rabu (17/12), Rektor Unpad, Prof. Dr. Ganjar
Kurnia mengatakan Unpad masih akan berstatus BLU (badan layanan umum) hingga 6 tahun
ke depan sesuai masa transisi BHP. Pertimbangannya, karena Unpad baru mendapatkan SK
BLU 15 September 2008 dan belum diaplikasikan. "Kita manfaatkan transisi
Undang-undang BHP dengan melakukan pengelolan BLU karena untuk perubahan kelembagaan
ini kita harus siapakan institusi, SDM, dan selama 6 tahun masa transisi ini akan
kita siapkan itu," ujar Ganjar pada wartawan kemarin.
Dikatakannya, dengan BHP, lembaga pendidikan memiliki otonomi dalam bidang
pendidikan dan keuangan. Sementara BLU hanya otonom dalam keuangan dan pendidikan
masih mengacu pada dikti. "Enggak perlu khawatir karena Undang-undang BHP ini ada
rambu-rambu. Meski otonom, keuangan diserahkan ke kampus, tidak serta merta kampus
bebas menarik uang dari masyarakat," tutur Ganjar sambil menambahkan, 2/3 biaya
masih ditanggung pemerintah. (B.83/B.95)**
sumber http://www.klik-galamedia.com/indexnews.php?idkolom=opinipendidikan
Tulisan ini merupakan email dari millis DIKTI seputar perkembangan berita mengenai UU BHP yang sengaja saya muat di blog ini untuk melihat respon interaktif dari masyarakat, khususnya masyarakat blog.
Selasa, 23 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar