Selasa, 23 Desember 2008

RUU BHP Disahkan

Jakarta, Kompas - Sidang Paripurna DPR tentang pengesahan Rancangan Undang-Undang
Badan Hukum Pendidikan menjadi undang-undang di DPR, Jakarta, Rabu (17/12),
berlangsung ricuh. Peristiwa itu dipicu penolakan mahasiswa yang ikut menghadiri
sidang.

Kericuhan dalam sidang paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar itu
berlangsung saat acara pembacaan pandangan akhir fraksi-fraksi di DPR. Penolakan
yang diserukan mahasiswa dalam ruang sidang itu membuat petugas dalam (pamdal) DPR
mengamankan mahasiswa.

Para mahasiswa pun dengan paksa digiring petugas pamdal ke luar ruang sidang. Sempat
terjadi saling dorong dan pukul antara pamdal dan mahasiswa.

Di depan Gedung Nusantara II, puluhan mahasiswa Universitas Indonesia membentuk
lingkaran dan memaksa masuk kembali dan akhirnya saling dorong dengan polisi.

Sejumlah mahasiswa terdengar menjerit dan menangis sambil menyuarakan penolakan
pengesahan UU BHP. Unjuk rasa para mahasiswa di dalam halaman dan di luar pagar
Gedung DPR itu berlangsung hingga sore hari.

Mahasiswa menilai pengesahan RUU BHP menjadi UU merupakan upaya komersialisasi
pendidikan. Akibatnya, pendidikan akan semakin mahal dan membebani masyarakat,
terutama dari kalangan tidak mampu.

Mahasiswa juga memprotes ketentuan dalam UU BHP soal pembubaran badan hukum
pendidikan, yang salah satunya karena dinyatakan pailit. Ini dinilai sebagai bukti
sekolah akan dikelola seperti perusahaan.

Sementara itu, Aliansi Rakyat Tolak BHP menolak dengan alasan UU BHP menggunakan
pendekatan ekonomi pasar bebas yang menganalogikan pendidikan sebagai komoditas
ekonomi. Pemerintah dinilai hendak melepaskan tanggung jawab untuk memenuhi hak
warga negara atas pendidikan.

Melindungi masyarakat

Ketua Komisi X DPR Irwan Prayitno membantah anggapan, UU BHP akan membuat pendidikan
di Indonesia menjadi semakin tidak terjangkau. Peraturan ini justru diyakini bisa
memberi perlindungan pada masyarakat untuk tidak lagi dipungut biaya pendidikan yang
tinggi.

Fasli Jalal, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas, seusai sidang,
mengatakan, masyarakat harus memahami semangat penyusunan BHP. Soal pendanaan
pendidikan, justru pemerintah dituntut berperan besar.

”Pemahaman yang keliru ini mungkin karena masyarakat melihat praktik di perguruan
tinggi badan hukum milik negara (BHMN), yang biaya kuliahnya jadi mahal. Di UU BHP
ini justru diatur, biaya yang ditanggung mahasiswa paling banyak sepertiga biaya
operasional,” ujar Fasli.

Adapun untuk warga tidak mampu, kata Fasli, justru semakin terlindungi. Ada
kewajiban dari BHP dan pemerintah untuk menyediakan beasiswa, bantuan biaya
pendidikan, kredit pendidikan mahasiswa, dan pemberian pekerjaan kepada mahasiswa.
Selain itu, BHP wajib menjaring dan menerima siswa berpotensi akademik tinggi dan
kurang mampu secara ekonomi, sekurangnya 20 persen peserta didik baru.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (Aptisi) Wilayah Jabar-Banten
Didi Turmudzi, Rabu (17/12), menyesalkan tergesa-gesanya pengesahan UU BHP tanpa
berusaha menyelesaikan lebih dahulu polemik yang muncul di permukaan. Substansi UU
BHP, di dalam implementasinya, bisa menimbulkan persoalan baru di dunia pendidikan.
(ELN/JON)

sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/12/18/01011617/ruu.bhp.disahkan
Kamis, 18 Desember 2008 | 03:00 WIB

Tulisan ini merupakan email dari millis DIKTI yang sengaja saya muat di blog ini untuk melihat respon interaktif dari masyarakat, khususnya masyarakat blog.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar